Kunjungan saya ke Sulawesi Selatan khususnya Kota Makassar kali ini merupakan kunjungan untuk yang kedua kalinya, tetapi kunjungan kali ini tidak seperti kunjungan sebelumnya,
karena kali ini bisa dikatakan lumayan panjang perjalanan yang harus kami tempuh, kegiatan yang kami lakukan tidak hanya di Kota Makassar saja, tetapi ada beberapa Kota dan Kabupaten lainnya juga. Aksansi mempunyai banyak agenda selama di Sulawesi Selatan, kegiatan pertama adalah pada tanggal 20 Agustus 2015 Sekretariat Aksansi mengadakan Co-Management AKSANSI – Pemda dan ISF Workshop, yang dilaksanakan di Ruang Kencana II, Hotel M Regency Makassar, selama 1 hari peserta mengikuti pelatihan dan melakukan FGD guna membuat Rencana Tindak Lanjut yang akan masing-masing Aksansi Daerah lakukan. Peserta Workshop yang diundang adalah masing-masing 1 orang perwakilan dari Dinas PU, Bappeda, serta 2 orang perwakilan untuk Aksansi Daerah yang sudah terbentuk (yaitu Kota Makassar, Kota Pare-pare, Kab. Bulukumba, Kab. Jeneponto, Kab. Bantaeng, Kab. Takalar, Kab. Pinrang, Kab. Barru, Kab. Sidrap dan Kab. Soppeng), serta perwakilan dari 4 Kota/Kab/Prov. lainnya meskipun belum terbentuk Aksansi Daerahnya (yaitu Kab. Luwu Timur, Kab. Maros, Kota Paloppo dan Prov. Sulawesi Tenggara). Acara berlangsung sehari penuh, para peserta juga antusias mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
Hari berikutnya kami menuju ke Kab. Bulukumba, di sana kami melakukan monitoring di 4 lokasi Sanfab pada tanggal 22 Agustus 2015, lokasi pertama yang kami kunjungi adalah KSM Jujur Mandiri (PP Wahdah Islamiyah), mulai operasional tanggal : 01.01.2015, pengguna ada 4 SR untuk Komunal dan ± 50 jiwa untuk MCK++ (letaknya di Pondok Pesantren), ada temuan menarik yang kami temui di lokasi ini, yakni effluent (sisa akhir air limbah buangan) digunakan untuk perikanan, digunakan untuk memelihara lele, dan hasil dari inovasi tersebut sudah terbukti memberikan penghasilan yang lumayan bagi si pemelihara, sehingga dapat meningkatkan taraf hidupnya. Lokasi kedua yang kami monitoring adalah KSM Terminal Induk, mulai operasional tanggal : 03.12.2014, pengguna ± 75 orang / hari (lokasi MCK di terminal), sarana MCK yang ada dikelola oleh Dinas Perhubungan : DLLAJR, lokasi berikutnya adalah KSM Menara Jaya, tapi sayangnya MCK yang sudah selesai dibangun belum digunakan oleh masyarakat sekitarnya, dengan alasan belum ada serah terima, dikarenakan ada permasalahan intern antara Ketua KSM dengan pengurus lainnya. Lokasi terakhir yang kami datangi untuk di monitoring adalah KSM Baka’e, mulai operasional tanggal : 15.01.2015, dan ternyata pengguna sarana MCKnya hanya 1 KK (hanya digunakan oleh keluarga Bendahara KSMnya saja), informasi yang kami dapat dari Bendahara penggunanya ada sekitar 10 KK, tetapi kami menemukan sebagian kamar mandi dan toilet justru digunakan sebagai tempat bermain untuk anak-anak, ini diperkuat dengan banyaknya jenis mainan yang kami temukan ketika berkunjung, dan lagi kami juga melihat sarananya kering tidak seperti layaknya jika kamar mandi maupun toilet digunakan oleh lebih dari 1 KK, justru yang digunakan hanya 1 toilet saja, tentunya kami tidak begitu saja mempercayai informasi yang disampaikan oleh Bendahara KSM tersebut, apalagi jawaban yang diberikan sering berbelit-belit dan tidak konsisten, hal ini terbukti dengan ketika kami mengkonfirmasi tentang penggunaan sarana tersebut kepada warga sekitarnya, dari mereka kami mendapatkan informasi sepertinya sarana tersebut seolah-olah memang diperuntukkan bagi si Bendahara KSM, selaku pemilik lahan MCK, terbukti dengan akses menuju ke lokasi MCK juga di tutup oleh pemilik lahan, sehingga warga sekitar enggan jika harus menggunakan MCK tersebut, hal ini tentunya banyak juga kita jumpai di lokasi yang lain, dimana pemilik lahan yang sudah menghibahkan lahannya untuk dibangun sarana Ipal, tetapi dengan berjalannya waktu, setelah sarana selesai dibangun justru si pemilik lahan masih merasa bahwa lokasi tersebut adalah miliknya. Tentunya ini menjadi perhatian utama kita bersama, dimana jika si pemilik lahan sudah menghibahkan sebagian tanahnya untuk dibangun sarana Ipal sebaiknya tidak hanya dibuatkan Surat Hibah saja, tetapi harus diperkuat dengan Akta Hibah, sehingga akan memperjelas kepemilikan sarana yang dibangun.
Selain Workshop dan Monitoring, kami juga melakukan kegiatan audiensi sosialisasi Co-Management dengan beberapa Kabupaten, diantaranya audiensi dengan Pemda Kab. Bulukumba yang sosialisasinya berlokasi di Kantor Sekda, dengan Pemda Kab. Bantaeng berlokasi di Kantor Bappeda Kab. Bantaeng, serta audiensi dengan Pemda Kab. Jeneponto yang berlokasi di Kantor Bupati Jeneponto, dilanjutkan juga bertemu langsung dengan Bapak Bupatinya, audiensi bertujuan untuk membicarakan lebih lanjut tentang perlunya ada MoU antara Aksansi dengan Pemda setempat, supaya Aksansi Daerah memiliki dasar yang kuat untuk melakukan program-program yang sudah direncanakan, yang pastinya memperjelas dan memperkuat posisi Aksansi Daerah di masing-masing Kabupaten/Kota ketika berbicara tentang sanitasi, mempunyai posisi yang sejajar dengan SKPD terkait sehingga selalu dilibatkan ketika berbicara tentang sanitasi secara global beserta kegiatan dan programnya.
Tidak lupa, kami juga melakukan kunjungan ke salah satu KSM yang melakukan inovasi pembuatan kompos organik, dimana kompos yang dibuat merupakan campuran antara kotoran sapi yang sudah kering dengan air limbah yang ada di dalam Ipal, dan omsetnya sudah mencapai angka milyaran rupiah, tentunya ini sangat menarik, dimana air limbah yang selama ini orang merasa jijik dengan baunya tetapi justru oleh KSM Lumbung-lumbung air limbah diubah menjadi suatu hal yang menghasilkan produk baru, kompos organik yang kualitasnya nomor satu di wilayah Kab. Jeneponto, diharapkan apa yang dilakukan oleh KSM Lumbung-lumbung bisa menjadi motivasi bagi KSM-KSM yang lain untuk melakukan inovasi sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru, yang tentunya capaian akhirnya adalah kemandirian bagi KSM itu sendiri. Kegiatan yang terakhir kami lakukan adalah melakukan Pre-Monitoring ke 3 lokasi KSM pengurus Aksansi Daerah Kota Makassar, yaitu KSM Rahmat (pengurus Bp. M. Sulaiman), KSM Sipakatau (pengurus Ibu Laila Fitriani) dan KSM Mercusuar (pengurus Bp. Chaeruddin Dg Talle), banyak temuan-temuan juga di masing-masing KSM yang harus di tindak lanjuti. Itulah perjalanan kami selama 10 hari ke Sulawesi Selatan, banyak hal baru dan menarik yang kami jumpai, semoga perjalanan ini bisa memotivasi untuk semuanya, khususnya bagi KSM supaya terus berinovasi sehingga sarana yang ada bisa terus berkelanjutan.