Proses kerjasama dalam pengelolaan Sarana sanitasi antara Pemerintah Daerah dan Kelompok Swadaya Masyarakat pengelola dan pemanfaat IPAL sangat penting dalam terciptanya sanitasi berkelanjutan.
Salah satu cara yang sangat efektif untuk keberlanjutan pengelolaan IPAL komunal adalah adanya kerjasama antara Sekretariat AKSANSI dengan Pemerintah Daerah melalui pembentukan AKSANSI Daerah. AKSANSI Daerah ini antinya menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam menghubungkan da melaksanakan kegiatan pendampingan, pengawasan dan penanganan permasalahan.
AKSANSI Daerah juga perlu dibentuk untuk membantu terwujudnnya pengelolaan sarana sanitasi berkelanjutan secara langsung oleh dan bagi masyarakat disuatu daerah. Proses kerjasama ini diawali dengan adanya Audiensi kepada Pemerintah Daerah terkait perlunya diadakan AKSANSI pada suatu daerah, jika dirasa ada potensi positif untuk itulah perlu diadakan suatu kesepahanman dan kerjasama khusus antara Pemerintah Daerah dengan Sekretariat AKSANSI.
Sebagai wadah dan Asosiasi KSM Sanitasi seluruh Indonesia, Sekretariat AKSANSI menjadi mediator dalam menghubungkan KSM pengelola IPAL yang ada disuatu daerah. Sekretariat AKSANSI melakukan Pre-Monitoring atau pengumpulan data kelembagaan teknis dan keuangan KSM pengelola IPAL dengan bantuan langsung dari KSM yang ada disuatu daerah untuk mencari data yang valid dan efektif. Data yang dimiliki AKSANSI dapat menjadi modal dasar bagi pemerintah daerah dalam menilai keberhasilan, menemukan dan menangani permasalahan sanitasi khususnya dalam keberlanjutan sarana IPAL komunal dan MCK Plus dengan segera.
Jika Pemerintah Daerah tertarik untuk mempunyai peroanjangan tangan dalam menjangkau KSM pengelola IPAL yang ada di daerahnya, maka akan diadakan Audiensi dan jika diperlukan dapat segera dilakukan pembentukan AKSANSI Daerah tersebut. Sekretariat AKSANSI juga akan mengadakan perikatan dengan suatu daerah melalui MoU terkait kerjasama yang disepakati bersama.
Sebagai bentuk kerjasama khusus, Sekretariat AKSANSI akan mengupayakan adanya Perjanjian Kerjasama (Memorandum of Agreement) yang berisikan kesepakatan teknis dan pelaksanaan kegiatan secara detail hingga pada masalah penganggaran. Dari 8 MoU (Kota Pekalongan, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Temanggung, kota Mojokerto, Kabupaten Sukoharjo, Kota Surakarta, Kota Kediri dan Lubuk Linggau) hingga saat ini belum ada yang dapat mewujudkan Moa. Kendala yang muncul setelah proses Memorandum of Understanding (MoU) menuju Perjanjian Kerjasama (MoA) antara lain:
- Tidak ada tanggapan terhadap draft Perjanjian Kerjasama yang telah diserahkan kepada pihak terkait.
- Pergantian / Mutasi jabatan dari pengampu program sanitasi SKPD (baik personal maupun perubahan struktur dalam SKPD).
- Tidak ada tanggapan terhadap usulan dana yang direncanakan dalam program co management.
- Tidak ada dana yang dianggarkan khusus untuk sanitasi pada beberapa SKPD (sanitasi masih belum menjadi prioritas dalam pembangunan).
- Adanya aturan terkait dana hibah dan bantuan sosial dalam PP No. 2 tahun 2012 Permendagri No. 14 tahun 2016.
- SKPD memiliki perencanaan tersendiri untuk kegiatan sanitasi sehingga tidak mengadakan perikatan dengan Sekretariat AKSANSI.
- Adanya LKM/BKM dan Lembaga desa lain yang mengampu program sanitasi, yang mengakibatkan AKSANSI tidak mendapat peran dalam suatu kegiatan di daerah (terutama berkaitan dengan pendanaan).
Hingga saat ini, hanya Pemerintah Daerah Mojokerto yang sudah melanjutkan dalam tahap perumusan mekaisme teknis pelaksanaan dan penandatanganan Perjanjian Kerjasama dalam Retrofitting Sarana Sanitasi MCK Plus menjadi MCK plus sambungan Rumah tangga. Diharapkan dimasa mendatang lebih banyak Pemerintah Daerah yang dapat bekerjasama dan melakukan perikatan melalui MoU dan MoA dengan Sekretariat AKSANSI untuk menciptakan sanitasi berkelanjutan.