Kebutuhan manusia akan air memang mutlak bagi segala aspek kehidupan, baik dari kebutuhan sehari-hari hingga kebutuhan hajat hidup orang banyak, secara global total penarikan air tawar diyakini telah meningkat sekitar 1% per tahun sejak akhir 1980-an. Saat ini pergeseran kebutuhan manusia menjadi haus teknologi juga telah merongrong keberadaan air, tengok saja penarikan air diproyeksikan meningkat 44% pada tahun 2050 karena pertumbuhan manufaktur, energi bumi (terutama dari perluasan batubara dan pembangkit bertenaga gas), pertanian dan keperluan rumah tangga. Air yang seharusnya digunakan untuk semua kebutuhan tidak pelak hanya dikonsumsi khalayak tertentu, sisi positif yang diberikan pada output-nya berbanding lurus dengan keadaan air.
Air semakin banyak dicemari, dieksploitasi bahkan digunakan tidak semestinya. Hal ini selaras 1,3 miliar manusia di dunia hampir hidup tanpa listrik dan lainnya 2,6 milyar manusia menggunakan bahan bakar padat (terutama biomassa) untuk memasak. Bayangkan ke mana air yang digunakan untuk pembangkit listrik dan pembangkit tenaga lainnya? Jika kita berbicara sanitasi, keadaan tersebut juga tidak jauh berbeda dengan kehidupan manusia tanpa listrik.
Hal itu menunjukkan bahwa sekitar 780 juta orang tidak memiliki akses air layak minum, namun dari beberapa perkiraan, jumlah orang yang dicuri haknya untuk mendapatkan air mencapai 3,5 miliar orang dan sekitar 2,5 miliar orang tanpa sanitasi.Pada tahun 2011, Indonesia sebagai negara berkembang telah memberikan porsi pelayanan sanitasi layak sebesar 55,60% dan penyediaan air minum sebesar 55,04%. Angka yang belum menyentuh taraf ideal, padahal target MDG (Millenium Development Goals) di tahun 2015, target sanitasi layak sebesar 62,41% dan pencapaian air minum sebesar 68,67%. Di sisi lain, lebih dari 500 bayi di Indonesia atau 5000 bayi di dunia meninggal setiap hari karena buruknya kondisi sanitasi. Parahnya, sekitar 100 juta penduduk Indonesia hidup di bawah garis sanitasi yang memadai (WSP 2008) dan juga menurut data dari PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), sekitar 63 juta penduduk Indonesia tidak mempunyai toilet yang berakibat masih BAB (Buang Air Besar) di sembarang tempat.
Sehingga permasalahan sanitasi dan air menjadi hak mendasar yang harus dimiliki seluruh elemen masyarakat. Terlebih persoalan untuk mendapatkan air bersih yang layak sebagai kebutuhan utama masyarakat. Poin penting bahwa sanitasi dan air adalah dua elemen yang mendasar bagi kehidupan manusia di bumi ini. Oleh karena itu, semua target harus dicapai karena tertuang dalam tujuan No. 7 MDG berbunyi “Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup”, sehingga sudah saatnya perlu kerjasama oleh semua pihak untuk segera memperbaiki dan mengubah ke arah lebih baik.
Salah satu program untuk memperbaiki masalah di atas dengan Program PPSP (Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman) 2010-2014 yang dibentuk dan diterapkan sebagai upaya peningkatan kesehatan masyarakat Indonesia. Sebagai LSM yang bergerak di bidang sanitasi, AKSANSI (Asosiasi KSM Sanitasi Seluruh Indonesia) merupakan LSM yang peduli dan turut terjun langsung dengan pemerintah sebagai jalan jembatan dari masyarakat atau KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat). Awal terbentuknya AKSANSI dari kepedulian para pengurus KSM dan operator sanitasi terhadap sarana sanitasi yang telah dibangun sejak tahun 2003 dan dikelola sendiri oleh masyarakat yang tinggal di permukiman padat dan miskin di perkotaan (pakumis perkotaan) agar sarana tersebut dapat terus dimanfaatkan dan dirawat secara baik dan berkelanjutan. AKSANSI bekerja dalam melayani kebutuhan sanitasi pengolahan air limbah di masyarakat dan juga mampu mengakomodasi kebutuhan KSM dengan tujuan menjamin keberlanjutan operasional sistem pengolahan air limbah.
Selain itu, AKSANSI juga memberikan cara pengolahan air limbah menjadi energi terbarukan, yakni pemanfaatan biogas. Hasil pembakaran berasal dari gas yang dikeluarkan oleh limbah sanitasi yang tertampung dan diolah di sarana IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Hal ini salah satu cara sebagai penggunaan energi dan pengurangan air limbah yang tidak berguna. Pada akhirnya ini semua mengarah pada sanitasi yang berkelanjutan untuk generasi berikutnya agar lebih baik. Di samping itu, diperlukan sebuah komitmen dalam penanganan masalah air dan sanitai yang bertanggungjawab. Mari mulai sekarang kita semua jaga keberadaan air dan perbaiki sanitasi di sekitar kita! [Marius Zeyer, Mirko Dietrich, Rifki Praditya]