emerintah Indonesia telah sukses membangun lebih dari 15,000 sarana Sanitasi Berbasis Masyarakat atau yang dikenal luas dengan SANIMAS dan masih berkomitmen membangun lebih banyak lagi untuk mencapai Universal Access 2019 atau yang lebih populer dengan istilah 100-0-100.
Namun untuk mencapai keberlanjutan Operasional dan Perawatan dalam jangka panjang, KSM membutuhkan dukungan. AKSANSI telah mengisi gap dengan menjadi mediator dan penggagas Co-Management KSM dan Pemerintah daerah di 8 – 9 Kota/Kabupaten dari 30 AKSANSI Daerah yang telah dibentuk. Dan sejak 4 tahun pelaksanaan riset keberlanjutan SANIMAS, AKSANSI mulai menapaki jalan panjang menuju pengakuan secara nasional oleh Pemerintah Indonesia dalam forum-forum nasional.
Dalam monitoring reguler yang dilakukan oleh AKSANSI daerah dan Sekr. AKSANSI, ditemukan permasalahan pengelolaan Sanimas yang sulit dilakukan sendiri oleh KSM/KPP/BPS , yaitu :
1. Perbaikan besar dan rehabilitasi
2. Sarana yang berkurang penggunanya
3. Penyedotan Lumpur tinja
4. Penarikan Iuran Pengguna
5. Edukasi berkelanjutan tentang manfaat dari Sanimas
6. Membayar Operator dan Pengelola
7. Menunjuk dan melegalkan tugas Operator dalam tatanan masyarakat
Keberlanjutan Sanimas membutuhkan dukungan Pemerintah daerah. Namun dibawah ini ada empat faktor yang menyulitkan Pemerintah Daerah dalam mendukung keberlanjutan Sanimas, yaitu:
1. Peraturan dalam Keuangan Publik dan ketakutan atas sanksi jika salah penggunaan
2. Kepemilikan Aset untuk Sarana Sanimas yang telah dibangun
3. Norma terhadap “Pemberdayaan Masyarakat” (bahwa masyarakat bertanggungjawab sepenuhnya pengelolaan sarana Sanimas)
4. Informasi yang kurang dan disinsentif dari kelalaian pembinaan
Dalam Workshop Center for Regulation Policy and Governance (CRPG) Universitas Ibnu Khaldun yang diselenggarakan tanggal 25 Oktober 2016 lalu, tim Ahli memaparkan kesimpulan perlunya Dukungan Pendanaan dari Pemda karena Air Limbah disebut sebagai : 1. Layanan dasar (harus disediakan oleh Pemda), 2. Urusan Wajib (setiap daerah harus menjalankannya), 3. Urusan Konkuren (diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah). Namun jika Sanimas bukan ASET yang dimiliki Pemda maka Pemda tidak boleh mengalokasikan pendanaan untuk Belanja Operasional dan belanja Pemeliharaan. Maka Bagaimana Solusinya?
Untuk Jangka Pendek, apakah bisa menggunakan Akun belanja yang sudah ada tanpa merubah aturan?
*Pemetaan Kode Mata Anggaran yang dapat digunakan. Sumber: Laporan Riset ADRAS CRPG
Permasalahan Solusi Jangka Pendek dalam penggunaan Belanja Langsung
Dalam Akun Honorarium, masih ada beberapa hal yang menjadi pertanyaan mendasar yaitu:
1. Apakah hanya diperbolehkan untuk pekerjaan yang merawat aset Pemda/Pusat?
2. Apakah perlu pengangkatan khusus sebagai honorer?
3. Dapatkah pengurus KSM diangkat sebagai honorer?
Demikian pula dalam hal Pemeliharaan aset, barang habis pakai, kendaraan: bisa dipakai untuk membeli kedoteng dan membiayai operasionalnya. Sejauh mana Tupoksi dan struktur Dinas/UPTD agar dapat maksimal diberi alokasi dana mencukupi untuk mendukung Air Limbah Skala Lokal?
Permasalahan Solusi Jangka Pendek dalam penggunaan Belanja Tidak Langsung
Dalam memberikan SUBSIDI kepada KSM, muncul pertanyaan mendasar mengenai :
1. Fungsi KSM memberikan layanan air limbah apakah termasuk ruang lingkup subsidi?
2. Status KSM sebagai perkumpulan BH (bukan BUMD) apakah mungkin diberi subsidi?
3. Apakah KSM mampu memberikan laporan keuangan dan diaudit?
4. Apakah struktur KSM terdesentralisir (banyak KSM dalam satu kota) feasible untuk di audit?
Sedangkan untuk memberikan HIBAH kepada KSM, permasalahan muncuk dalam hal :
1. Mayoritas KSM tidak berbadan hukum. Apa jadi masalah?
2. Bagaimana kalau KSM dibuat sentral (1 Kota/Kab = 1 KSM BH, membawahi puluhan site. Apa mungkin?
3. Apakah mungkin dianggarkan hibah secara umum untuk seluruh KSM dalam satu kota per tahun (tanpa ada proposal perbaikan/kerusakan)?Sedangkan dalam skema BANSOS, pertimbangan yang menjadi pertanyaan adalah sampai sejauh manakan Bansos dapat dipergunakan?
Mencari celah dalam solusi Jangka Panjang
• Jika Sanimas menjadi Aset Pemda, apabila “dioperasikan” oleh masyarakat, apakah masyarakat perlu membiayai sendiri O/M nya? Vide Pasal 69-71 Permendagri 19/2016 tentang BMD.
• Belanja Hibah Reguler (penyimpangan aturan umum Hibah Lewat PP Air Limbah)?
Tentu tidak ada jawaban yang langsung bisa mengatasi semua masalah keberlanjutan, namun kita semestinya sepakat bahwa KSM butuh dukungan dan perlu diupayakan agar sedikit demi sedikit pembagian peran ini menjadi jelas mana yang KSM bisa kelola dan mana yang tidak.
Konsep Co-Management yang dipionirkan AKSANSI meletakkan peran masing-masing pihak pada tempatnya sesuai dengan tanggungjawab dan kapasitas yang dimiliki. AKSANSI membantu Pemerintah dalam pengelolaan dan menjamin keberlanjutan Sanimas, memaksimalkan investasi Sanimas, memberikan dukungan teknis, institusional dan keuangan serta memberikan rekomendasi terhadap perencanaan Sanimas kedepan dengan menggunakan rekomendasi Monitoring dan Evaluasi yang dilakukan AKSANSI. Singkatnya, Co Management adalah titik kompromi pembagian peran yang adil bagi para penggiat Sanimas.
Beberapa Pemerintah Daerah di Indonesia telah menjadi pionir yang memiliki komitmen kuat terhadap Keberlanjutan Sanitasi Berbasis Masyarakat. Yang dilakukan adalah mengalokasikan anggaran baik dengan menggunakan DAK maupun APBD untuk:
1. Rehabilitasi Teknis
2. Perbaikan Besar pasca bencana
3. Sanitasi Award sebagai media monitoring dan penghargaan terhadap KSM dan Operator Sanimas
4. Dana Operasional tahunan (tidak lebih dari 2x berulang)
5. Pertemuan dan Studi Banding untuk memberi motivasi KSM.
Semoga skema ini berkembang sehingga semakin banyak Pemerintah Kota/Kabupaten yang mengaplikasikannya dan sekaligus bersinergi dengan AKSANSI untuk mencari solusi terbaik yang menjamin keberlanjutan Sanimas. (PP)