Monitoring 10 KSM di Kabupaten Garut

18 Mei 2016, Asosiasi KSM Sanitasi Seluruh Indonesia (AKSANSI) kembali melakukan monitoring dan evaluasi di Kabupaten Garut.

Kegiatan rutin ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberlanjutan suatu KSM (Kelompok Sanitasi Masyarakat) dalam mengontrol kondisi MCK—termasuk seluruh komponen yang ada didalamnya—dan juga kadar baku mutu air buangan IPAL di kabupaten tersebut. Adapun tahapan yang akan dilakukan tim monitoring dan evaluasi (monev) AKSANSI selama dilapangan antara lain: pengisian form data pengurus KSM pengelola sarana sanitasi yang telah terbangun, survey lapangan yang meliputi pengukuran Ph, conductivity, alkalinity, tinggi lumpur dan ketebalan sekam pada setiap bak IPAL, dan pengukuran kadar Chemical Oxygen Demand (COD) dalam sampel air effluent.

Selama berada di Kabupaten Garut, AKSANSI mengunjungi 10 KSM yang tersebar di 7 Kecamatan dan 10 Desa. KSM yang dimonitoring antara lain: KSM Margalaksana, KSM Suka Maju, KSM Kota Kulon, KSM Kota Wetan, KSM Sirna Jaya, KSM Wanamekar, KSM Surya Mulya, KSM cimangenten, KSM Sukaratu, dan KSM Tanjung Sari. Ada yang berbeda dengan monev AKSANSI kali ini, ya… dengan hadirnya dua wajah baru di monev officer. Mereka merupakan ujung tombak baru dari AKSANSI yang nantinya akan sering dijumpai oleh teman-teman KSM.
19 Mei 2016, tepat pukul 08.00 WIB, tim monev berangkat dari hotel menuju lokasi survey, dimana tim telah dibagi menjadi 2 kelompok dengan masing-masing kelompok menangani 5 KSM yang telah ditentukan sebelumnya. Lokasi pertama yang kami kunjungi adalah Kampung Pasir Sereh, Desa Sirna Jaya, Kecamatan Cisurupan yang merupakan lokasi dari KSM Sirna Jaya. Setelah melewati jalanan yang menanjak dan cukup terjal akhirnya tim monev berhasil sampai dilokasi pukul 10.00 WIB. Setelah melakukan survey, salah satu kendala yang dihadapi KSM Sirna Jaya adalah tertimbunnya badan IPAL dengan tanah. Hal tersebut menyebabkan sulitnya proses perawatan dan pengecekan terhadap IPAL yang ada—apakah berjalan dengan baik atau tidak. Kendala berikutnya adalah kurangnya aktifitas pembersihan dan perawatan sarana MCK yang ada di KSM Sirna Jaya tersebut, yang menyebabkan MCK terlihat tidak terawat.

Pukul 12.30 WIB, kami melanjutkan perjalanan ke desa Margalaksana, dimana terdapat KSM Margalaksana. Sama halnya dengan KSM Sirna Jaya, di KSM Margalaksana sebagian badan IPAL juga tertimbun tanah, akan tetapi masih ada bagian yang dapat di akses untuk pengambilan contoh air. Tingakat perawatan yang tinggi pada sarana MCK, menyebabkan MCK di Desa Margalaksana terlihat bersih, akan tetapi masih belum terlihat sekam pada IPAL dikarenakan masih sedikitnya pengguna sarana MCK di KSM ini.

Lokasi berikutnya adalah KSM Sukamaju. KSM ini berjarak kurang lebih 30 menit dari Desa Margalaksana. Desa ini merupakan desa yang terletak di dataran tinggi Kabupaten Garut dengan sumber mata air yang sangat mudah ditemukan. Akan tetapi, banyaknya sumber mata air inilah yang menyebabkan permasalahan pada sistem IPAL. Dekatnya sumber mata air dengan MCK—kurang lebih berjarak 2 meter—menyebabkan masuknya air bersih ke dalam inlet IPAL yang berdampak pada banyaknya jumlah effluent yang keluar dari pipa pembuangan meskipun MCK tidak digunakan. KSM Suka Maju tergolong giat dalam menjaga sarana MCK yang ada dilihat dari rutinnya anggota KSM untuk berkumpul merencanakan kegiatan KSM kedepan dan adanya pembersihan sarana pra sarana MCK setiap minggunya.

Belum adanya serah terima dari dinas terkait kepada warga Desa Sukamaju menyebabkan banyak warga yang masih enggan dan tidak sedikit yang takut untuk menggunakan sarana ini terutama tempat cuci MCK. Akan tetapi, ada 1 inovasi yang telah berjalan pada KSM Sukamaju ini, yaitu adanya Koperasi KSM Sukamaju, yang bertujuan untuk menambah pendapatan KSM sebagai upaya untuk perawatan sarana MCK. KSM Sukamaju adalah KSM terakhir yang kami kunjungi di hari pertama kami survey. Setalah itu, kami memutuskan kembali ke Hotel untuk melakukan analisis pada contoh air yang kami dapatkan dan beristirahat untuk melanjutkan survey di hari berikutnya.

20 Mei 2016, pukul 08.00 WIB, tim langsung menuju ke Desa Wanamekar dimana terdapat KSM Wanamekar. Pukul 09.00 WIB tim sampai lokasi dan langsung melakukan survey. Berbeda dengan KSM sebelumnya, sarana MCK di Desa Wanamekar ini tidak digunakan sebagaimana mestinya—banyak kamar mandi dan toilet yang digembok dan IPAL yang tertimbun tanah. Secara keseluruhan, sarana MCK di Desa Wanamekar ini tidak hanya buruk, akan tetapi tidak digunakan sebagaimana fungsinya.

Lokasi selanjutnya adalah KSM Sukaratu. Pada KSM ini, sarana MCK berfungsi dengan baik bahkan dibersihkan secara rutin oleh operator yang dibantu para santri. IPAL juga berfungsi dengan baik meskipun ada kemiringan pada strukturnya. Akan tetapi, hal itu tidak berpengaruh pada treatment yang terjadi di dalam IPAL, bahkan bakteri anaerob bekerja dengan baik.
Selain sarana MCK yang memadai dan berfungsi sebagaimana mestinya, KSM Sukaratu juga memiliki inovasi, yaitu jasa pengisian air mineral. Tujuan dari inovasi ini adalah untuk menambah pendapatan KSM Sukaratu yang kemudian dapat digunakan untuk perawatan sarana MCK pada saat mengalami kerusakan, listrik bulanan dan kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan MCK.

Selain fungsi yang baik dari sarana MCK yang ada, KSM Sukaratu tetap memiliki kendala. Sistem yang digunakan di KSM SUka Ratu adalah system campuran/mix, sistem ini mencampurkan semua instalasi—baik instalasi dari MCK maupun dari saluran pembuangan rumah tangga yang berasal dari rumah masyarakat sekitar—yang disalurkan kedalam IPAL. Terdapat 4 rumah yang telah membuat saluran pembuangan rumah tangga dan disalurkan kedalam IPAL MCK, tetapi tidak terdapat bak kontrol pada setiap sambungan pipa dan pipapun ditanam kedalam beton yang mempersulit tim monev untuk melakukan monitoring dan tentunya pada warga itu sendiri jika ketika ada kerusakan atau kebocoran pada pipa pembuangan.

Kesimpulan dari kegiatan monitoring di Kabupaten Garut adalah 70% fasilitas MCK di Kabupaten Garut belum beroperasi dengan baik. Hal tersebut terbukti dari sebagian besar IPAL yang ada masih tertimbun oleh tanah, selain itu sarana MCK juga masih banyak yang tidak terawat dengan baik. Dengan permasalahan-permasalahan yang ada, diharapkan setiap KSM di Kabupaten Garut ini mulai mengadakan rencana tindak lanjut yang bertujuan agar sarana MCK yang ada dapat berfungsi dengan baik untuk kedepannya dan dapat bertahan hingga 20-30 tahun.

Akhir kata, kegiatan monitoring di Kabupaten Garut akhirnya terselesaikan dengan baik. Pengalaman dan pengetahuan di lapangan diharapkan dapat kami bawa dan dibagikan kepada KSM wilayah lain.